Cita - Cita qU

Jadi teringat ketika saat masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK) ditanya seorang guru, “apa cita-citamu, anak-anak?”. Kemudian aku menjawab dengan lugunya, “Jadi doktel”. Temen-temenku yang lain menjawab,
“Jadi plesiden”
“Jadi menteli”
“Jadi kontlaktol”
“Jadi pemain bal-balan”
Sungguh lugu dan lucunya waktu itu. Semua yang diomongkan temen-temenku adalah pekerjaan yang dapat dibilang kini sukses di negeri ini. Presiden merupakan salah satu jabatan tertinggi di negeri ini, bahkan predikat presiden terus melekat walaupun sudah tidak lagi menjabat lagi. Sebut aja mantan presiden megawati, mantan presiden habibie, dll. Semua nama itu pasti ada embel-embelnya “presiden” :D. Masa jabatan presiden paling lama 5 tahun untuk satu periodenya dan dipilih berdasarkan hasil pemilu secara langsung.
Dokter (dr.) juga merupakan salah satu profesi yang menjanjikan. Untuk mendapatkan predikat tersebut, kita harus menjadi menjalani sekolah kedokteran. Sayangnya untuk menjadi dokter butuh biaya pendidikan yang tak sedikit alias mahal banget. Bahkan diriku sempat bertanya, Sekolah Dokter kok mahal ? padahal profesi ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat seantero Indonesia. Mungkin gara-gara ini juga, banyak dokter yang akhirnya (maaf) menjadi komersil karena biaya kuliahnya yang mahal. hmmm.. Semoga aja pemerintah menggratiskan biaya pendidikan dokter sehingga biaya untuk berobat ke dokter tidak semahal itu. Amiin
Petani merupakan salah satu profesi yang paling gak diinginkan oleh anak jaman sekarang. Bahkan orang tua mereka yang menjadi petani menginginkan anaknya kelak mempunyai pekerjaan yang lebih bermartabat/berkedudukan daripada menjadi petani. Bagaimana tidak, martabat/kedudukan seorang akan diikuti naiknya martabat orang tua. Jadi petani saat ini semakin sengsara dan banyak tantangannya, seperti harga pupuk yang sangat mahal, rumput dan alang-alang yang tumbuh semakin banyak, tikus sawah semakin merajalela, musim yang tidak bersahabat dan harga jual hasil panen murah. Belum lagi dibayangi gagal panen dan produk impor.

Indonesia dikenal sebagai negara agraria yang pernah swasembada beras setidaknya 3 kali pada tahun 1983, 2004 dan 2008. Selain tahun itu, negara kita selalu mengimpor beras untuk menutupi kebutuhan pangan negeri ini. Harga beras lokal yang terpaut jauh dengan beras impor pun turut membuat loyo petani kita. Mereka berkali-kali sambat kepada pemerintah atas ketidak berdayaannya menjadi seorang petani. Lahan pertanian pun semakin berkurang karena dibukanya perkebunan dan dibangunnya pemukiman dan gedung pencakar langit. Mungkin inilah yang membuat banyak anak Indonesia yang tidak ingin bercita-cita menjadi petani.
Semoga pemerintah mendengar, dan semoga petani kita menjadi makmur. Coba bayangkan kalau tidak ada mereka, saat kita lapar mau bergantung pada siapa? Beras impor? Sampai kapan? Sampai beras itu menjadi mahal dan semakin ketergantungan?

0 komentar:

Posting Komentar